Minggu, 04 Desember 2011

100 Greatest Speed/Thrash Metal Bands

Read More >>
             I. CARA KERJA PIRANTI I/O

            Dalam perangkat input - output memiliki fungsi atau persaratan utama. Adapun persaratan utama dalam piranti input - output adalah kontrol dan timing, komunikasi perangkat, komunikasi processor, data buffering dan deteksi kesalahan.
               Secara umum cara kerja I/O adalah selama periode dalam waktu tertentu, prosesor dapat berkomunikasi dengan satu buah ataulebih dari perangkat eksternal dengan pola yang tidak menentu tergantungkebutuhan program I/O. Perangkat internal seperti memori utama dan sistem bus harus dipakai bersama-sama antar sejumlah aktivitas, termasuk diantaranya I/O data. Dengan demikian fungsi I/O meliputi persyaratan kontrol dan timing untuk mengkoordinasikan arus lalulintas antara perangkat internal dengan perangkat eksternal seperti perangkat I/O.Pertama, prosesor akan meminta modul I/O untuk memeriksakan status perangkat yang terhubung. Kemudian modul I/O akan mengirimkan jawaban tentang status perangkatI/O tersebut. Jika perangkat sedang beroperasi dan siap mengirimkan data, prosesor akan meminta transfer datatersebut. Setelah data diterima, maka akan diproses oleh prosesor makasebuah instruksi akan dikirimkan prosesor ke perangkat I/O. Umumnya perintah-perintah ini dikirim sebagai sinyal bagi bus kontrol. Apabila perangkat I/O tersebut dalam keadaan READY, maka prosesor akan melanjutkan transfer data. Apabila perangkat I/O dalam keadaan BUSY,   maka      prosesor      akan    menghentikan     transfer     data     tersebut.
                                                     
                                                   II.  JENIS - JENIS  PERANGKAT   I/O 

Perangkat   Input  :
  1. Keyboard,
  2. Mouse,
  3. Light   Pen,
  4. Joystick,
  5. Touch   Screen ,
  6. Microfon,
  7. Scanner,
  8. Tranck   Ball ,  dan
  9. Kamera.
Perangkat   Output  :

  1. Monitor,
  2. Speaker,
  3. Data   Projector,
  4. Printer,  dan
  5. Plotter,
                                               III.  GAMBAR   CARA   KERJA   PIRANTI   I/O













            IV. CONTOH - CONTOH PIRANTI I/O

  1. Memesukan data ke google,
  2. Mengambil data dari google.
  3. Menulis data di Office, 
  4. Print data.
  5. Mencari  data,
  6. Mendownload data.
  7. Dll. 
D. ISTILAH-ISTILAH PENTING I/O
  • I/O = I/O (Input/Output)
  • device = device
  • storage device -> device penyimpanan
  • disk = disk
  • transmission = transmission
  • direct I/O instruction = direct I/O instruction
  • memory-mapped I/O = memory-mapped I/O
  • port = port (perangkat keras)
  • bus = bus (perangkat keras)
  •  raw I/O = raw I/O
  • I/O Application -> aplikasi I/O
Read More >>

Jumat, 12 Agustus 2011

Thrash Metal

Thrash metal (kadang-kadang disingkat menjadi thrash), adalah sebuah extreme metal subgenre dari heavy metal yang berciri memiliki tempo yang cepat dan agresiv. Lagu-lagu thrash metal biasanya menggunakan stem gitar nada rendah dan perkusi yang cepat. Lirik-lirik thrash metal sering mengangkat tema masalah-masalah sosial menggunakan bahasa yang kasar dan mendalam, sebuah pendekatan yang sebagian mirip dengan genre hardcore. Band "Empat Besar" atau "Big Four" thrash metal adalah Anthrax, Megadeth, Metallica, dan Slayer, yang secara bersama-sama dan memopulerkan genre ini diawal tahun 1980-an. Ada pula yang mengatakan bukan lagi "Empat Besar" tetapi menjadi "Lima Besar" Megadeth, Slayer, Exodus, Pantera, and Metallica. [1] Di Eropa style ini dibawa oleh tiga band asal Jerman, yaitu Kreator, Sodom, dan Destruction. Testament dan Exodus dari San Fransisco, Overkill dari New Jersey dan Sepultura dari Brazil.
Asal muasal thrash metal secara umum dijejaki pada akhir tahun 1970-an dan awal tahun 1980-an, ketika beberapa band mulai menggabungkan sound dari New Wave of British Heavy Metal, menciptakan sebuah genre baru dan mengembangkan kedalam gerakan yang terpisah sendiri dari punk rock and hardcore. Genre ini lebih agresiv dibandingkan speed metal. Sering kali dicampurkan dari kategori metal yang satu dengan metal yang lain, dan juga beberapa band ada yang menggabungkan pengaruh musikal dari genre non-metal.
Read More >>

Ulasan Legenda Thrash Metal Indonesia

Metalhead mana di Indonesia ini yang tak kenal Rotor ? Berangkat dari sempalan grup Sucker Head di awal decade 90-an, band trhash metal local yang pertama kali rekaman ini makin meroket namanya setelah sukses menjadi supporting act konser supergrup Metallica selama dua hari berturut-turut di stadion Lebak Bulus, Jakarta. Rotor sempat lama mengadu nasib di negeri Paman Sam, namun frustasi ketika tahu mesti bersaing dengan 40.000 band metal serupa yag juga tengah berburu kontrak rekaman di sana.

Selama delapan tahun karier musiknya, Rotor menelorkan empat album di tiga major label berbeda : AIRO, Hemagita dan Warner Music Indonesia. Sebelum resmi bubar, basis Rotor (Judapran) tutup usia karena drugs. Belakangan, mantan vokalis mereka (Jodie, vokalis Getah) yang kharismatik juga meninggal dunia. Tersisa kini tinggal sang pendiri sekaligus gitaris Rotor, M. Irvan Sembiring, yang telah menggantungkan gitar untuk selamanya dan menekuni lembaran hidupnya yang baru sebagai seorang pendakwah! “kalaupun ada yang berani modalin, Rotor nggak bakal reuni sampai kapan pun juga” tegas Irvan.

Sejarah berdirinya Rotor memang nggak bisa dilepaskan dari nama besar Sucker Head. Band thrash metal pionir yang dibentuk akhir era 80-an tersbut awalnya memang rumah bagi gitaris Irvan Sembiring. Diakhir tahun 1990 setelah konser di Kresikars (pentas seni SMA 82) ia hengkang dari Sucker Head untuk membentuk Rotor bersama Seto (gitar), Didik (bas) dan Bakkar Bufthaim (dram). Didik dan Bakkar sebelumnya merupakan personel One Feel Band yang juga merupakan nama sebuah studio ngetop di bilangan Cilandak, Jakarta Selatan. Menurut Irvan yang ngasih nama Rotor waktu itu adalah Seto. “Biar kesannya musik Rotor itu cepat kayak baling-baling pesawat”.

Hengkangnya Irvan dari Sucker Head sempat menjadi buah bibir di kalangan anak metal (catat : istilah underground dulu belum popular) ibukota saat itu. Namun ia menyanggah kalau dirinya cabut karena terlibat friksi dengan personel yang lain “Gue cabut dari Sucker Head karena pingin menggeber musik metal yang lebih ngebut dan ekstrem, sementara Nano (gitaris kedua Sucker Head) cendrung terpengaruh Iron Maiden, lebih heavy metal”. Ujar cowok kelahiran Surabaya, 2 maret 1970 ini buka kartu.

Walau dibentuk di Jakarta namun panggung debut Rotor justru terjadi di Taman Topi, Bogor, dalam pergelaran rock yang digeber oleh sebuah radio swasta disana, kuartet thrasher ini menggung bareng sejawat metal di Jakarta, diantaranya Atomic dan Allen Scream. Kala itu mereka masih mengusung repertoar milik Sepultura. “Sepultura-nya di album Schizophrenia”, kenang Irvan. Tepat setelah manggung pertama, dua orang personel Rotor mengundurkan diri dari band. Seto masuk menjadi gitaris Sucker Head dan Didik bergabung menjadi bas Roxx. “Seto Cuma sempat lima kali manggung bareng Sucker Head untuk menjadi band pembuka konser Slank, setelah itu dia cabut juga disana.”

Sampai sini, Rotor yang tinggal dihuni dua personel itu kemudian untuk yang kedua kalinya manggung di kampus “Metal” milik pujanggawan Sutan Takdir Alisjahbana yang terletak di bilangan Pejaten; Universitas Nasional. “Ketua panitia acaranya saat itu si Ucok Batara (mantan vokalis Edane)”. Sayang, Irvan lupa siapa yang bermain bas di Rotor pada waktu itu. Pertama ia bilang Judapran (mantan basis band epigon GN’R, Razzle) namun kemudian segera diralatnya “Kalo nggak salah pemain basnya Ucok ‘Ngantuk’. Tapi dia nggak tahu lagunya Rotor, Cuma asal main saja. Pokonya panteng di kord E terus, pasti masuk. Thrash metalkan kebanyakan kordnya disitu aja.

Uniknya, ketika hal ini dikonfirmasi langsung kepada Ucok ‘Ngantuk’ keesokan harinya, gitaris yang sekarang bermain di Brain The Machine ini membantah “Gue memang pernah ikut audisi sebagai basis Rotor. Itu juga di studio, bareng kandidat lain, tapi nggak pernah manggung dengan Rotor.”

Singkat kata, setelah Juparan resmi bergabung dengan rotor, trio ini lantas menggarap demo tape dengan system rekaman live si studio One Feel. Jangan byangkan demonya keren kayak zaman sekarang. Demo tape Rotor itu masih tradisional banget “Cuma dua track, left-right, isinya gitar dan dram doing, nggak ada vocalnya.” Bermodalkan kaset demo “primitife” itulah Irvan nekad menawarkan konsep musik merkea ke label-label rekaman besar yang ada di ibukota dan ternyata… gagal!! Nggak satupun label tertarik untuk mengontrak band dengan musik se-ekstrem Rotor pada waktu itu.

Kredo bagi anak metal adalah pantang frustasi! Semboyan ini amat dipercaya oleh Irvan yang memang ia akui sendiri punya watak keras dan ambisius. Tak lama setelah “penolakan-penolakan” tadi, Irvanyang supel ini bertemu dengan Pay Siburian (waktu itu masih gitaris Slank) dan vokalis rock (almarhum) Andy Liani. Pergaulannya dengan para rock star local itu tentu dengan harapan bias mengenjot nama Rotor ke level selanjutnya ”waktu itu anak-anak lain kayak Armand maulana, Thomas, Baron(Gigi), Anang dan Kidnap Katrina masih ‘gembel. Yang udah jadi superstar suma Slank doing. Anang sendiri dulu belum pacaran sama Krisdayanti, baru didemenin aja.” Kenang Irvan sembali tersenyum.

Proses bergaulnya Irvan dengan rocker-rocker old skool ibukota tadi cukuo gila-gilaan. Ia mengatakan, “zaman dulu kalau udah nongkrong, bisa dua minggu lamanya gue baru pulang kerumah. Bawa gitar dan ampli kecil gue hidup nomaden dari satu studio kestudio lainnya. Ngikutin Pay sama anak-anak aja, misalnya hari ini garap Anggun (C. Sasmi) dan Anang di Studio Triple-M, besoknya Ita Purnamasari di studio JK di Pluit, gitu terus.”

Berkat jasa Pay, di awal 1992 Irvan ditemani Andy Liani lantas bertemu Seno Adjie, bos label rekaman AIRO. Di depan adik kandung maesenas Setiawan Djody itu Irvan itu Irvan cuek saja menyetel demo tape primitif tadi. Seketika juga Seno binggung pas tahu demo tape itu masih instrument dan nggak ada vocalnya. “Gimana mau nilainya, nih?” kata Irvan menirukan ucapan Seno. “Ya udah (kasetnya) di rewind aja,” balas Irvan enteng. Walhasil , begitu tape dimainkan dan musik berkumandang, “bernyanyilah” Irvan secara live di depan calon produser Rotor tersebut. “Gue teriak-teriak kayak orang gila di dalam ruangan dia. Mas Seno Cuma benggong dan geleng-geleng kepala, sementara Ali Akbar dan Andy Liani pada ketawa-tawa.” Kenang Irvan bangga.
Kebetulan, nggak lama kemudian Setiawan Djody mengundang banf thrash metal Brasil, Sepultura untuk menggelar konser di Jakarta dan Surabaya. Mendengar pahlawan metal pujaannya bakal dating, Irvan langsung saja menyatroni raja tanker itu di kantornya untuk mendaftarkan Rotor sebagai supporting act Sepultura, menurut Djody, Irvan CS kalah cepat dengan Eet Syaranie dan Ecky Lamoah dari Edane, “Kalau kamu datangnya sebulan yang lalu aja, pasti bias. Tapi sekarang kita udah teken kontrak sama Edane,” tukas Irvan menirukan ucapan Djody.

(Bersambung…………..)
Read More >>

Selasa, 09 Agustus 2011

SEPULTURA

 Dari awal mereka rendah hati di Belo Horizonte, Brazil, Sepultura pergi untuk menjadi yang paling berhasil Brazilian heavy metal band dalam sejarah. Lebih dari sepuluh tahun, band tumbuh dari kekuatan ke kekuatan, transformasi itu sendiri dari logam primitif kematian ansambel menjadi salah satu yang kreatif trendsetters dari scene musik internasional agresif. Sayangnya, krisis internal yang pahit hampir hancur band, Sepultura dan berjuang memulihkan mereka sebelumnya momentum. Hailing dari Brazil ketiga-kota, Belo Horizonte, Sepultura (yang artinya kuburan dalam bahasa Portugis) telah dibentuk di pertengahan’80s – suatu waktu ketika negara itu telah mulai muncul dari 20 tahun


               kdiktatoran militerMax Cavalera (vocals / guitar), Igor Cavalera (drum), Paulo Jr (bas), dan Jairo T. (lead guitar) sudah sulit menemukan waktu bahkan rock & roll album dan terutama “sosial tidak dapat diterima” genre seperti logam berat dan punk.
Mereka adalah awal pengaruh Iron Maiden, Metallica, dan Slayer (literally pertama tiga catatan dibeli oleh Max pada kunjungan ke “kota besar” São Paulo), tetapi band progressed segera menuju kematian logam suara, yang terinspirasi oleh band-band baru seperti kesurupan dan maut.                


           Kendaraan mereka dan penentuan (mereka bernyanyi dalam bahasa Inggris dari satu hari) lebih dari yang dibuat untuk mereka geografis terisolasi dan kurang pengalaman, dan meskipun semua itu hanya di teens dan mereka masih belajar cara mereka memainkan instrumen, band underground cepat berkembang menjadi contenders. Setelah arahan yang menangani independen Cogumelo Records, Sepultura tercatat empat lagu untuk split LP dengan sesama Brazilians overdose. Sekarang reissued dalam CD dan dinamai dengan lagu pertama, 1985 dari pengrusakan binatang itu sendiri dihasilkan dan direkam hanya dalam dua hari – dan ia menunjukkan. Direkam dengan sedikit waktu dan uang pada bulan Agustus 1986, pertama mereka panjang album, abnormal Visions, menunjukkan sedikit perbaikan, tetapi yang pertama mereka tekan, “Troops of Doom,” yang menarik perhatian beberapa media dan yakin band untuk relokasi ke Bahia (Brazil dari kota keuangan dan modal) untuk karir mereka selanjutnya.
            Mereka juga diganti dengan gitaris Jairo T. Bahia asli Andreas kisser, kemampuan musik yang lebih besar akan membantu mengambil seluruh band ke tingkat berikutnya. Pada tahun 1987, Sepultura teknis proficiency akhirnya tertangkap dengan visi kreatif mereka, dan mereka kedua panjang untuk album Cogumelo, skizofrenia, ditampilkan evolusi yang luar biasa dalam hal jumlah produksi dan kinerja. Hal ini juga menjadi penting sensasi kecil di Eropa dan Amerika, menggambar perhatian Roadrunner Records, yang segera merilis album di seluruh dunia dan band untuk sebuah kontrak jangka panjang. Tidak lagi tertahan di perbatasan Brazil, band mengatur tentang menyusun 1989 dari bawah tetap, yang pertama dari empat album yang akan memadatkan Sepultura mungkin sebagai posisi yang paling penting heavy metal band of the’90s. Direkam di Rio de Janeiro di bawah bimbingan dari produsen terkemuka Deat Metal Scott Burns, bawah tetap merupakan segera kritis dan sukses komersial, dan band dari performance ganas yang berlaku di Eropa (yang melihat mereka secara sistematis penghembusan headlining Jerman thrashers Sodom off step


                  Sepultura lebih cemented reputasi. Band-nya juga film pertama video, untuk satu “Inner Self”, dan selesai pada tahun wisata dengan menunjukkan set berjaya di tanah air. Setelah mendapatkan manajemen baru dan relocating to Phoenix, AZ, Sepultura dimasukkan Tampa’s Morrisound Studio dengan produser Burns untuk merekam 1991 sangat Bangunlah acclaimed album. Pertama tunggal “Dead embrionic Cells” menjadi hit yg lain, dan judul lagu akan mendapatkan perhatian lebih jika video dilarang oleh MTV Amerika karena apocalyptic perbandingan agama. Dunia wisata yang diikuti ditinggikan album platinum penjualan di seluruh dunia (angka yang jarang dicapai oleh band-band seperti extreme nature), dan aneh yang berliku-liku, ditemukan singer Max Cavalera menikahi band manager Bujnowski Gloria, yang telah berusia hampir dua kali-Nya. Itulah band yang sukses dengan label, Roadrunner, memperoleh co-distribusi berurusan dengan Epic Records untuk rekaman berikutnya, 1993′s Chaos AD. Dengan memasukkan isu sosial (terutama yang berkaitan dengan Indonesia) dalam lirik mereka, serta menampilkan beberapa mereka punk dan hardcore pengaruh untuk pertama kalinya, album yang lain di seluruh dunia berkat smash single seperti “Territory” dan “refuse/ Resist”. Wisata setelah selama lebih dari satu tahun, anggota Sepultura mengambil yang baik-deserved break sebelum mulai bekerja pada mereka yang paling ambisius namun album, 1996′s Akar. Pengenalan asli Brasil ketuk dan gaya musik mereka ke bawah merek dagang-tuned guitars dan semakin mengakibatkan sociopolitical tema yang sangat unik yang dapat merekam loosely digambarkan sebagai logam berat dunia musik. Akar ditandai Sepultura kreatif puncak, dan band dari terus menimbulkan pernah-lebih terkenal nampaknya terjamin hingga keluarga tragedi menyalakan rangkaian acara yang akan bubar band. Just jam sebelum mengambil stage di Inggris Monsters of Rock festival band menemukan bahwa remaja putra manajer (dan singer Maks isteri) Gloria telah tewas dalam kecelakaan mobil. J shocked Sepultura mengambil tahap sebagai trio saat Max dan Gloria boarded pertama pesawat kembali ke Amerika.
              Hanya beberapa bulan kemudian, band menghadapi Max severing tentang hubungan dengan Gloria dan menemukan manajemen baru. Masih recovering from the trauma dari kematian dalam keluarga luas, Max ini dilihat sebagai sebuah pengkhianatan besar dan kiri band di tengah banyak darah dan acrimony buruk. Sebagai pemimpin band kreatif, banyak diharapkan untuk keberangkatan itu spell akhir Sepultura, tetapi band ini mengumumkan bahwa mereka akan segera melaksanakan dan mulai mencari pengganti. Setelah lama mencari, Sepultura direkrut Cleveland asli Derrick Green sebagai singer dan baru mulai untuk peletakan track 1998 dari Terhadap.
            Walaupun tetap banyak intensitas dan keragaman para pendahulu (termasuk kolaborasi dengan Jepang Kodo ansambel ketuk di lagu “Kamaitachi”), album yang unik spark kekurangan yang bercirikan band sebelumnya dari bekerja. Hal ini juga dijual hanya separuh karena banyak salinan sebagai Cavalera album pertama dengan band baru, Soulfly, menunjukkan dengan jelas siapa fan loyalitas tetap. Berani, Sepultura kembali di awal tahun 2001 dengan Bangsa. Album diikuti dalam jejak para pendahulu, walaupun lebih baik dan ulasan yang lebih berpengalaman di Lingkungan vocals. Dalam rangka untuk mencapai nya perlahan malu fan base, grup dirilis salah satu tinggal terakhir menunjukkan dengan Max, Under a Pale Grey Sky, pada musim gugur 2002. Sebuah EP yang meliputi, Revolusongs, tiba pada tahun 2003, diikuti dengan panjang Roorback. Tinggal di Sao Paulo tiba di tahun 2005
Read More >>

*Histori Musik Underground Rock di Indonesia*

Awal Mula

Embrio kelahiran scene musik rock underground di Indonesia sulit dilepaskan dari evolusi rocker-rocker pionir era 70-an sebagai pendahulunya. Sebut saja misalnya God Bless, Gang Pegangsaan, Gypsy(Jakarta), Giant Step, Super Kid (Bandung), Terncem (Solo), AKA/SAS (Surabaya), Bentoel (Malang) hingga Rawe Rontek dari Banten. Mereka inilah generasi pertama rocker Indonesia. Istilah underground sendiri sebenarnya sudah digunakan Majalah Aktuil sejak awal era 70- an. Istilah tersebut digunakan majalah musik dan gaya hidup pionir asal Bandung itu untuk mengidentifikasi band-band yang memainkan musik keras dengan gaya yang lebih `liar’ dan `ekstrem’ untuk ukuran jamannya. Padahal kalau mau jujur, lagu-lagu yang dimainkan band- band tersebut di atas bukanlah lagu karya mereka sendiri, melainkan milik band-band luar negeri macam Deep Purple, Jefferson Airplane, Black Sabbath, Genesis, Led Zeppelin, Kansas, Rolling Stones hingga ELP. Tradisi yang kontraproduktif ini kemudian mencatat sejarah
namanya sempat mengharum di pentas nasional. Sebut saja misalnya El Pamas, Grass Rock (Malang), Power Metal (Surabaya), Adi Metal Rock (Solo), Val Halla (Medan) hingga Roxx (Jakarta). Selain itu Log jugalah yang membidani lahirnya label rekaman rock yang pertama di Indonesia, Logiss Records. Produk pertama label ini adalah album
ketiga God Bless, “Semut Hitam” yang dirilis tahun 1988 dan ludes hingga 400.000 kaset di seluruh Indonesia.

Menjelang akhir era 80-an, di seluruh dunia waktu itu anak-anak muda sedang mengalami demam musik thrash metal. Sebuah perkembangan style musik metal yang lebih ekstrem lagi dibandingkan heavy metal. Band- band yang menjadi gods-nya antara lain Slayer, Metallica, Exodus, Megadeth, Kreator, Sodom, Anthrax hingga Sepultura. Kebanyakan kota- kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Bandung, Jogjakarta, Surabaya, Malang hingga Bali, scene undergroundnya pertama kali lahir dari genre musik ekstrem tersebut. Di Jakarta sendiri komunitas metal pertama kali tampil di depan publik pada awal tahun 1988. Komunitas anak metal (saat itu istilah underground belum populer) ini biasa hang out di Pid Pub, sebuah pub kecil di kawasan pertokoan Pondok Indah, Jakarta Selatan. Menurut Krisna J. Sadrach, frontman Sucker Head, selain nongkrong, anak-anak yang hang out di sana oleh Tante Esther, owner Pid Pub, diberi kesempatan untuk bisa manggung di sana. Setiap malam minggu biasanya selalu ada live show dari band-band baru di Pid Pub dan kebanyakan band-band tersebut mengusung musik rock atau metal.

Band-band yang sering hang out di scene Pid Pub ini antara lain Roxx (Metallica & Anthrax), Sucker Head (Kreator & Sepultura),Alien Scream (Obituary) Commotion Of Resources (Exodus), Painfull Death, Rotor (Kreator), Razzle (GN’R), Parau (DRI & MOD), Jenazah, hingga Mortus . Beberapa band diatas pada perjalanan berikutnya banyak yang membelah diri menjadi band-band baru. Commotion Of Resources adalah cikal bakal band gothic metal Getah, sedangkan Parau adalah embrio band death metal lawas Alien Scream. Selain itu Oddie, vokalis Painfull Death selanjutnya membentuk grup industrial Sic Mynded di Amerika Serikat bersama Rudi Soedjarwo (sutradara Ada Apa Dengan Cinta?). Rotor sendiri dibentuk pada tahun 1992 setelah cabutnya gitaris Sucker Head, Irvan Sembiring yang merasa konsep musik Sucker Head saat itu masih kurang ekstrem baginya.

Semangat yang dibawa para pendahulu ini memang masih berkutat pola tradisi `sekolah lama’, bangga menjadi band cover version! Di antara mereka semua, hanya Roxx yang beruntung bisa rekaman untuk single pertama mereka, “Rock Bergema”. Ini terjadi karena mereka adalah salah satu finalis Festival Rock Se-Indonesia ke-V. Mendapat kontrak rekaman dari label adalah obsesi yang terlalu muluk saat itu. Jangankan rekaman, demo rekaman bisa diputar di radio saja mereka sudah bahagia. Saat itu stasiun radio yang rutin mengudarakan musik- musik rock/metal adalah Radio Bahama, Radio Metro Jaya dan Radio SK. Dari beberapa radio tersebut mungkin yang paling legendaris adalah Radio Mustang. Mereka punya program bernama Rock N’ Rhythm yang
mengudara setiap Rabu malam dari pukul 19.00 – 21.00 WIB. Stasiun radio ini bahkan sempat disatroni langsung oleh dedengkot thrash metal Brasil, Sepultura, kala mereka datang ke Jakarta bulan Juni 1992. Selain medium radio, media massa yang kerap mengulas berita- berita rock/metal pada waktu itu hanya Majalah HAI, Tabloid Citra Musik dan Majalah Vista.

Selain hang out di Pid Pub tiap akhir pekan, anak-anak metal ini sehari-harinya nongkrong di pelataran Apotik Retna yang terletak di daerah Cilandak, Jakarta Selatan. Beberapa selebritis muda yang dulu sempat nongkrong bareng (groupies?) anak-anak metal ini antara lain Ayu Azhari, Cornelia Agatha, Sophia Latjuba, Karina Suwandi hingga Krisdayanti. Aktris Ayu Azhari sendiri bahkan sempat dipersunting sebagai istri oleh (alm) Jodhie Gondokusumo yang merupakan vokalis Getah dan juga
mantan vokalis Rotor.

Tak seberapa jauh dari Apotik Retna, lokasi lain yang sering dijadikan lokasi rehearsal adalah Studio One Feel yang merupakan studio latihan paling legendaris dan bisa dibilang hampir semua band- band rock/metal lawas ibukota pernah rutin berlatih di sini. Selain Pid Pub, venue alternatif tempat band-band rock underground
manggung pada masa itu adalah Black Hole dan restoran Manari Open Air di Museum Satria Mandala (cikal bakal Poster Café). Diluar itu, pentas seni MA dan acara musik kampus sering kali pula di “infiltrasi” oleh band-band metal tersebut. Beberapa pensi yang historikal di antaranya adalah Pamsos (SMA 6 Bulungan), PL Fair (SMA
Pangudi Luhur), Kresikars (SMA 82), acara musik kampus Universitas
Nasional (Pejaten), Universitas Gunadarma, Universitas Indonesia (Depok), Unika Atmajaya Jakarta, Institut Teknologi Indonesia (Serpong) hingga Universitas Jayabaya (Pulomas)
Read More >>

Megadeth – Endgame (2009)

Apa yang terbayang saat mendengar kataMEGADETH“? Kalau jawabannya adalah salah satu dari: musik yang rumit, suara vokal yang tiada duanya, tukang gonta-ganti gitaris, atau orang yang pernah menghajar James Hetfield, maka tidak salah lagi, Megadeth yang Anda maksud adalah salah satu dari THE BIG FOUR pionir dunia thrash metal.

Walaupun sering gonta-ganti personil, formasi Megadeth yang sering dianggap paling “mengerikan” adalah formasi Dave Mustaine (vokal/gitar), Marty Friedman (gitar), Dave Ellefson (bass), dan Nick Menza (drums), formasi ini pernah melahirkan album keramat berjudul “Rust In Peace” (1990).
Sekarang, formasi tersebut tinggal kenangan, gantinya adalah Chris Broderick (gitar), James Lomenzo (bass), Shawn Drover (drums), dan tentunya Dave Mustaine (vokal/gitar). Chris Broderick yang ex. Jag Panzer merupakan gitaris dengan skill tinggi, disebut Mustaine sebagai gitaris terhebat yang pernah dimiliki Megadeth (komentar yang mungkin membuat Marty Friedman di Jepang sana bermuram durja). James Lomenzo sudah lama dikenal sebagai bassist… WHITE LION! Yah, tidak perlu protes, setidaknya “À Tout Le Monde”" tidak lebih galak dibanding “You`re All I Need”-nya White Lion, tapi percayalah, Dave Mustaine tidak sedang mabuk saat merekrut James Lomenzo. Shawn Drover? Dia adalah drummer unik dengan gaya open handed drumming, menggebuk snare drum dengan tangan kanan.

Formasi ini, menelurkan album anyar bertajuk “Endgame”, yang jelas bukan berarti Mega-end alias akhir dari Megadeth, karena power dan energi album ini tidak berbeda dengan Megadeth 1-2 dekade silam.
Lagu pembuka berjudul “Dialectic Chaos” merupakan sebuah track intrumental, yang memang cukup lazim dalam genre heavy metal. Tetapi dalam sejarah Megadeth, hal ini jarang-jarang dilakukan. Tercatat track instrumental sebagai pembuka hanya terdapat pada album “So Far So Good… So What!” (1988) dengan “Into The Lungs Of Hell”.
“Dialectic Chaos” sarat dengan solo gitar brutal dari Mustaine dan Broderick, bagi yang mengenal style solo gitar Mustaine sebagai satu-satunya personil tetap Megadeth dari awal mula, tidak sulit membedakan porsi solo Mustaine dan porsi Broderick. Solo Broderick yang sesekali menggunakan teknik sweep picking dan arpeggio memberi warna baru pada musik Megadeth (walaupun Marty Friedman juga biangnya solo sweep picking + arpeggio, tetapi tidak diforsir sebanyak ini di Megadeth).
Tanpa tedeng aling-aling, pada lagu kedua Dave Mustaine langsung “menggerutu” diiringi dengan hamburan riff gitar yang rumit dan melodi gitar yang mencuri-curi, full speed dan powerful. Telinga awam akan mengatakan ini lagu hancur-hancuran yang dimainkan saat mabuk, tetapi telinga Megadeth-mania paham benar lagu seperti ini hanya dapat diciptakan dan dimainkan oleh musisi-musisi jenius sekaliber Mustaine dkk. Kalau dibandingkan dari sisi kompleksitas, sang rival abadi Metallica pun belum dapat menandingi Megadeth.
Lagu selanjutnya, “44 Minutes” menurunkan tempo permainan, lagu ini menampilkan chorus yang catchy, sekilas merupakan komposisi sederhana (untuk kelas Megadeth), tetapi kalau didengar sampai ke bagian solo gitar, maka kesan yang didapat adalah Mustaine/Broderick = pasangan baru duo gitaris papan atas dunia! Dan mungkin kuping Marty Friedman akan panas mendengar permainan cepat dan rumit Broderick di akhir lagu yang sedikit nge-Cacophony.

Lagu menarik lainnya adalah “Bodies”, yang merupakan track yang memuat “signature” khas Megadeth: dentuman bass-line yang gagah dibalik riff patah-patah (bukan goyang patah-patah lho!), dan chorus yang friendly di telinga fans Megadeth.

“The Hardest Part of Letting Go… Sealed With A Kiss” mungkin merupakan lagu yang paling mudah diingat (lagunya, bukan judulnya). Lagu yang ballad tapi metal dan metal tapi ballad, tergantung dengarnya pas bagian mana. Sekaligus menunjukkan bahwa Dave Mustaine juga bisa bernyanyi dengan “normal” (ini juga tergantung dengarnya pas bagian mana).

Secara keseluruhan, album ini enerjik, agresif, bermutu tinggi, walaupun belum sanggup menandingi “Rust In Peace”. Riff ruwet memang banyak, tetapi riff seunik “Holy Wars…The Punishment Due” mungkin hanya tercipta sekali dalam seratus tahun, solo gitar maut juga banyak, tetapi kehilangan eksotika seorang Marty Friedman. Tetapi yang jelas, mendengarkan “Endgame” tetap mengundang decak kagum tak berkesudahan. Mungkin saja, beberapa lagu dalam album ini akan menjadi favorit Anda.
Read More >>